Dari Tsauban, Rasulullah bersabda, “Dan sesungguhnya akan muncul di tengah umatku 30 orang tukang dusta yang semuanya mengaku sebagai nabi. Ketahuilah, akulah nabi terakhir, tidak ada nabi setelah (kepergian)ku.” (HR. At-Tirmidzi)
Dari Abu Bakrah, dia berkata, “Banyak orang (membicarakan) perihal Musailamah. Hal ini terjadi sebelum Rasulullah mengabarkan tentang jati dirinya. Maka Rasulullah berdiri untuk menyampaikan khutbahnya, ‘Wa ba’du. Mengenai orang ini (Musailamah) yang selama ini kalian bicarakan, maka ketahuilah dia adalah salah satu pembohong besar di antara para pembohong besar yang jumlahnya mencapai 30 orang dan akan muncul hingga hari Kiamat tiba. Sesungguhnya tidak ada satu negeri pun yang tidak pernah dijamah oleh teror Al-Masih (Dajal), kecuali Madinah. Sebab, di setiap lorong-lorongnya dijaga oleh dua malaikat yang setiap saat akan mengusir teror yang disebarkannya.‘” (HR. Ahmad)
Hadits-hadits ini merupakan bukti mukjizat Rasulullah yang mengabarkan munculnya nabi-nabi palsu menjelang akhir hayat beliau, seperti kemunculan Musailamah di Yamamah dan Al-Aswad Al-Unsi di Yaman. Kemudian setelah beliau wafat, tepatnya pada masa Khalifah Abu Bakar, fenomena ini terus berkelanjutan dengan munculnya Sajah At-Tamimah dari Bani Tamim dan Thulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad.
Kemudian secara kronologi dalam setiap abad muncul orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Fenomena ini tampak jelas dengan munculnya Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi yang mempunyai banyak pengikut sehingga dia dapat merebut Kufah di permulaan kekhalifahan Ibnu Zubair. Pada mulanya dia mempropagandakan dirinya sebagai pecinta Ahlul Bait yang menuntut balas atas kematian Al-Husain, kemudian dia mengaku bahwa Jibril telah menemuinya dan memberikan wahyu kepadanya. Akhirnya, Al-Mukhtar dapat dibunuh pada tahun 60-an H. Ada lagi Harits Al-Kadzdzab yang juga mengaku sebagai nabi dan akhirnya juga dibunuh pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.
Dalam beberapa tahun yang lalu juga muncul Ahmad Al-Qadyani (Mirza Ghulam Ahmad) di Pakistan yang mengaku dirinya sebagai nabi. Bahkan dia mengaku dirinya sebagai Al-Masih Al-Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan), di samping dia juga banyak menyebarkan pahamnya yang sesat. Para pengikutnya lebih dikenal dengan sebutan Qadianiyah atau Ahmadiyah.
Kemudian diteruskan dengan muncul-nya Ali Muhammad Asy-Syirazi di Iran yang memproklamirkan dirinya sebagai Babul Mahdi (Gerbang Al-Mahdi) dan mendapat pengikut setia bernama Husain Ali yang lebih terkenal dengan julukannya Baha’ullah. Dalam kelanjutannya, sekte ini menganggap semua agama telah dihapus dan mengkultuskan pemimpinnya sebagai perwujudan Allah yang hakiki dan mengaku-aku dialah sebenarnya kabar gembira yang dibawa oleh semua nabi. Sekte ini dalam kelanjutannya lebih dikenal dengan sebutan Bahaiyah atau Babiyah. Disinyalir sekte ini merupakan bentukan musuh umat Islam.
Jika diperhatikan, hadits-hadits tersebut pembicaraannya lebih tertuju kepada orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Di samping itu, hadits tersebut menunjukkan bahwa jumlah mereka sebanyak 30-an. Dalam sebuah atsar juga dijelaskan bahwa orang terakhir yang mengaku menjadi nabi adalah Dajjal
sebelum dia memproklamirkan dirinya sebagai rabb.
Sementara di dalam atsar Imam Ahmad dengan sanad jayyid disebutkan bahwa jumlah mereka ini terdiri dari 27 laki-laki dan 4 perempuan. Dengan demikian maksud dari angka 30-an itu mungkin menunjuk pada bilangan pecahan setelah angka 30. Interpretasi ini juga diperkuat dengan atsar Imam Ahmad yang diriwayatkan dari Jabir yang menyatakan bahwa jumlah mereka sekitar 30-an.
Tentunya angka tersebut mencakup bagi mereka yang mengaku nabi dan mempunyai banyak pengikut serta mempunyai pengaruh di kalangan umat Islam. Tetapi jumlah mereka yang mengaku sebagai nabi tanpa mempunyai pengikut tentu lebih banyak lagi. Hampir dapat dipastikan, di setiap masa dan daerah tidak pernah sepi dari orang-orang yang melancarkan kebohongannya dengan memproklamirkan dirinya sebagai nabi.
Bahkan di antara para wanita yang mengaku dirinya sebagai nabi ada juga yang berhujah dengan hadits Nabi “Tidak ada nabi setelahku”, dia mengatakan, “Sesungguhnya Nabi hanya bersabda, “Tidak ada nabi laki-laki setelahku’, beliau tidak bersabda, ‘Tidak ada nabi perempuan setelahku’.”
Lebih aneh lagi, di antara orang-orang yang mengaku sebagai nabi itu ada juga yang merubah namanya menjadi la (Arab= bukan atau tidak) dengan mengasumsikan bahwa lafal la dalam hadits Nabi tersebut adalah
satu nama. Mereka memaknai: akan datang seorang nabi setelah Muhammad yang bernama La. Demikianlah hal-hal yang aneh yang setiap masa tidak pernah sepi darinya.
Sumber: Ensiklopedi Akhir Zaman karya Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh