“Sesungguhnya, di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah diangkatnya ilmu, ditetapkannya kebodohan, khamr dijadikan minuman, dan maraknya zina di mana-mana.” (HR. Bukhari)
“Pada umatku ini akan ada pembenaman ke perut bumi, penjelmaan menjadi makhluk lain, serta hujan batu dari langit.” Maka berkatalah salah seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, kapan hal itu terjadi?” Beliau menjawab, “Jika para penyanyi dan pemain musik banyak bermunculan dan ketika khamr dijadikan minuman.” (HR. Tirmidzi)
“Malam dan siang tidak akan pergi (dunia tidak akan hancur), sehingga segolongan umatku meminum khamr dan mereka menamainya dengan selain namanya.” (HR. Abu Dawud)
“Sekelompok umatku ini niscaya akan menghalalkan khamr dengan merubah namanya.” (HR. Ibnu Majah)
“Sesungguhnya yang pertama kali direkadaya dalam agama Islam sebagaimana wadah yang direkadaya adalah masalah khamr.” Maka ditanyakanlah kepada Rasulullah, “Bagaimana hal itu bisa terjadi, padahal keharamannya sungguh sangat jelas?” Beliau menjawab, “Mereka menyebutnya bukan dengan namanya.” (HR. Ad-Darimi)
“Niscaya umatku ini akan menenggak khamr dengan menyebutnya bukan dengan namanya, di hadapan mereka dimainkan musik-musik dengan diiringi oleh para penyanyi. Maka Allah akan membenamkan mereka ke perut bumi dan menjadikan sebagian mereka sebagai kera dan babi.” (HR. Ibnu Majah)
Pertanda ini erat kaitannya dengan tanda hari Kiamat sebelumnya yang di dalamnya sekaligus terdapat penjelasan bagaimana khamr tersebut bisa dihalalkan oleh mereka, yaitu dengan menyebut khamr bukan dengan namanya. Dengan kata lain, agar tidak mengesankan bahwa khamr tersebut barang haram maka dirubahlah namanya (minuman yang memabukkan) menjadi nama atau sebutan yang lain.
Meskipun Al-Qur’an dan As-Sunnah telah mengarahkan cara pandang kaum muslimin serta memberikan pengetahuan kepada mereka terhadap jenis yang memabukkan dengan memadai, tetapi setan-setan yang berwujud manusia serta pengabdi hawa nafsu terus berusaha membujuk mereka agar tidak jauh dari perkara yang memabukkan ini. Antara lain dilakukan dengan mengubah namanya agar tidak terlihat asing bagi kaum muslimin, seperti menamainya dengan minuman pembangkit semangat, penghangat tubuh, atau nama-nama lain yang diberikan oleh orang-orang zaman sekarang.
Sebenarnya pertanda seperti ini sudah muncul sejak zaman dahulu. Dahulu orang-orang jahiliyah menyebutnya dengan nabidz (sari anggur). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyebutan khamr yang dilarang oleh Allah. Dengan cara inilah mereka menyerupai ahl as-sabt yang merekadaya supaya apa yang telah diharamkan Allah menjadi halal. Dalam hal ini, ahl as-sabt memasang jaring pada hari Jum’at untuk kemudian mereka mengambil ikan yang tersangkut di jaring yang telah mereka pasang tersebut pada hari Ahad. Sementara, pada hari Sabtunya mereka pura-pura berlibur tidak menangkap ikan. Apabila dikatakan kepada mereka bahwa mereka telah melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu, mereka pun balik menjawab, “Seperti yang kalian lihat, kami sekarang berdiam di rumah. Lihatlah kami ini, sedikit pun kami tidak keluar rumah, bahkan kami beribadah di sinagog-sinagog kami.” Sebenarnya ini hanyalah akal-akalan mereka saja. Yang jelas, aktivitas penangkapan itu berjalan di hari Sabtu.
Demikian juga jika akal bulus ini diterapkan pada penghalalan khamr. Tentunya mereka akan menjawab, “Siapa bilang kami menghalalkan khamr? Ketahuilah, khamr itu haram bagi kami. Ada pun yang kami minum itu bukan khamr, tetapi hanyalah minuman penambah semangat atau sari buah.”
Sekarang ini di berbagai sudut kota banyak terdapat bar yang menyediakan minuman keras, bahkan otoritas setempat membuat aturan agar tempat-tempat tersebut mempunyai ijin operasional. Tidak diragukan lagi hal semacam ini sama artinya dengan melegalkan peredaran khamr. Sedangkan penamaan merk minuman keras dengan berbagai label produk sudah membuktikan bahwa berita Rasulullah benar-benar menjadi kenyataan. Hal ini juga diperkuat dengan kenyataan bahwa gejala ini sudah ada sejak dahulu dan semakin kelihatan nyata sekarang ini.
Pada masa sekarang ini khamr pun ternyata keberadaannya sudah menjadi legal di Arab Saudi. Khamr mulai diproduksi di kota Riyadh. Meskipun katanya minuman memabukkan ini akan dikhususkan bagi para pendatang non-muslim, produksi dan peredarannya di Arab Saudi merupakan bentuk kemunduran penerapan syariat di daerah dimana Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad.
Cara yang dilakukan untuk menghalalkan keberadaan barang haram ini tidak terbatas hanya pada khamr, bahkan sudah merambah ke berbagai hal yang diharamkan lainnya. Maksud kami, pengubahan nama yang dilakukan itu bertujuan untuk membungkus barang yang busuk agar terlihat menarik serta lebih enak didengar di telinga dan diterima di hati. Sebagai buktinya, sekarang ini kita juga mengenal istilah bunga bank yang sebenarnya adalah riba, wanita yang keluar rumah dengan dandanan yang menarik disebut emansipasi wanita atau feminis, melepaskan diri dari nilai Islam disebut liberal dan moderat, serta praktik kolusi dan korupsi disebut dengan hadiah, dan terakhir sikap munafik disebut sebagai perilaku yang berperadaban dan toleran.
Disarikan dari Ensiklopedi Akhir Zaman karya Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh